Sabtu, 30 November 2019

HEMATOLOGI: DARAH


DARAH
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang warnannya merah. Warna merah itu keadaannya tidak tetap tergantung pada banyaknya kadar oksigen dan karbondioksida didalamnya. Darah yang banyak mengandung karbon diogsida warnanya merah tua. Adanya oksigen dalam darah di ambil dengan cara bernapas, dan zat tersebut sangat berguna pada peristiwa pembakaran/ metabolisme di dalam tubuh. Vikositas/ kekentalan darah lebih kental dari pada air yang mempunyai BJ 1,041-1,065, temperatur 380C, dan PH 7,37-7,45.
Darah selamanya beredar di dalam tubuh oleh karena adanya kerja atau pompa jantung. Selama darah beredar dalam pembuluh maka darah akan tetap encer, tetapi kalau ia keluar dari pembuluhnya maka ia akan menjadi beku. Pembekuan ini dapat dicegah dengan jalan mencampurkan ke dalam darah tersebut sedikit obat anti- pembekuan/ sitrus natrikus. Dan keadaan ini akan sangat berguna apabila darah tersebut diperlukan untuk transfusi darah.
Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyak kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama, bergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung, atau pembuluh darah.
FungsiDarah
a.Sebagai alat pengangkut yaitu:
  • Mengambil oksigen/ zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh.
  • Mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
  • Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan ke seluruh jaringan/ alat tubuh.
  • Mengangkat / mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui ginjal dan kulit.
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam tubuh dengan          perantaraan leukosit dan antibodi/ zat–zat anti racun.
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.

 Kandungan Darah
Kandungan dalam darah: 
§ Air    : 91%
§ Protein    : 3% (albumin, globulin, protombin dan fibrinigen)
§ Mineral    : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat,magnesium, kalsium, dan zat besi).
§ Bahan organik    : 0,1% (glukosa, lemak asam urat, kreatinin, kolesterol, dan asam amino).


Tiap-tiap sel darah merah mengandung 200 juta molekul hemoglobin. Hemoglobin (Hb) merupakan suatu protein yang mengandung senyawa besi hemin. Hemoglobin mempunyai fungsi mengikat oksigen di paru-paru dan mengedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Jadi, dapat dikatakan bahwa di paruparu terjadi reaksi antara hemoglobin dengan oksigen.
§  2 Hb2+ 4 O2 ==> 4 Hb O2 (oksihemoglobin)
Setelah sampai di sel-sel tubuh, terjadi reaksi pelepasan oksigen oleh Hb.
§  4 Hb O2 ==> 2 Hb2+ 4 O2
       Kandungan hemoglobin inilah yang membuat darah berwarna merah
Di dalam tubuh banyaknya sel darah merah ini bisa berkurang, demikian juga banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila kedua-duanya berkurang maka keadaan ini disebut anemia, yang biasanya disebabkan oleh perdarahaan yang hebat, penyakit yang melisis eritrosit, dan tempat pembuatan eritrosit terganggu.
      Sel darah merah atau lebih dikenal sebagai eritrosit memiliki fungsi utama untuk mengangkut hemoglobin, dan seterusnya membawa oksigen dari paru-paru menuju jaringan. Jika hemoglobin ini bebas dalam plasma, kurang lebih 3 persennya bocor melalui membran kapiler masuk ke dalam ruang jaringan atau melalui membran glomerolus pada ginjal terus masuk dalam saringan glomerolus setiap kali darah melewati kapiler. Oleh karena itu, agar hemoglobin tetap berada dalam aliran darah, maka ia harus tetap berada dalam sel darah merah. Dalam minggu-minggu pertama kehidupan embrio, sel-sel darah merah primitif yang berinti diproduksi dalam yolk sac. Selama pertengahan trimester masa gestasi, hepar dianggap sebagai organ utama untuk memproduksi eritrosit, walaupun terdapat juga eritrosit dalam jumlah cukup banyak dalam limpa dan limfonodus. Lalu selama bulan terakhir kehamilan dan sesudah lahir, sel-sel darah merah hanya diproduksi sumsum tulang.
Dalam keadaan normal, sel darah merah atau eritrosit mempunyai waktu hidup 120 hari didalam sirkulasi darah, Jika menjadi tua, sel darah merah akan mudah sekali hancur atau robek sewaktu sel ini melalui kapiler terutama sewaktu melalui limpa. penghancuran sel darah merah bisa dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti :genetik, kelainan membran, glikolisis, enzim, dan hemoglobinopati, sedangkan faktot ekstrinsik : gangguan sistem imun, keracunan obat, infeksi seperti akibat plasmodium Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan normal. Jika penghancuran sel darah merah melebihi pembentukannya, maka akan terjadi anemia hemolitik.
PEMBENTUKAN ERITROSIT
Eritrosit (sel darah merah) dihasilkan pertama kali di dalam kantong kuning telah saat embrio pada minggu-minggu pertama. Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoisis. Setelah beberapa bulan kemudian, eritrosit terbentuk di dalam hati, limfa, dan kelenjar sumsum tulang. Produksi eritrosit ini dirangsang oleh hormon eritropoietin. Setelah dewasa eritrosit dibentuk di sumsum tulang membranosa. Semakin bertambah usia seseorang, maka produktivitas sumsum tulang semakin turun.
Sel pembentuk eritrosit adalah hemositoblas yaitu sel batang myeloid yang terdapat di sumsum tulang. Sel ini akan membentuk berbagai jenis leukosit, eritrosit, megakariosit (pembentuk keping darah). Rata-rata umur sel darah merah kurang lebih 120 hari.





DAFTAR PUSTAKA
Sutedjo, 2006. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium Edisi Revisi. Amara Books. Yogyakarta
Tarwoto, 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Hematologi. Tim Keperawatan dan Kebidanan.


PERMASALAHAN
1.     Seperti kita ketahui, eritrosit mempunyai usia 120 hari, setelah 120 tersebut apa yang terjadi pada eritrosit?
2.      Mengapa darah bisa membeku ketika keluar dari pembuluhnya?
3.      Faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah hemoglobin dan sel darah?

ANALGETIK


NYERI
Rasa nyeri merupakan masalah yang umum terjadi di masyarakat dan pasien sering datang berobat ke dokter karena rasa nyeri yang mengganggu fungsi sosial dan aktivitas penderitanya. Hasil penelitian The U.S. Centre for Health Statistic selama 8 tahun menunjukkan bahwa 32% masyarakat Amerika menderita nyeri yang kronis dan hasil penelitian WHO yang melibatkan lebih dari 25.000 pasien dari 14 negara menunjukkan bahwa 22% pasien menderita nyeri, minimal selama 6 bulan. Pada populasi orang tua, prevalensi nyeri meningkat menjadi 50% (Marazzitil, 2006).
Nyeri adalah suatu sensasi yang tidak menyenangkan dan bisa dirasakan sebagai rasa sakit. Nyeri dapat timbul di bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap stimulus yang berbahaya bagi tubuh, seperti suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin, tertusuk benda tajam, patah tulang, dan lain-lain. Pada dasarnya, rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Meskipun nyeri berguna bagi tubuh, namun dalam kondisi tertentu, nyeri dapat menimbulkan ketidaknyamanan bahkan penderitaan bagi individu yang merasakan sensasi ini. Rasa nyeri timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat luka, terbentur, terbakar, dan lain sebagainya. Hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan posisi tubuhnya (Guyton & Hall, 1997).
Nyeri yang terjadi mendorong individu yang bersangkutan untuk mencari pengobatan, antara lain dengan mengkonsumsi obat-obatan penghilang rasa nyeri (Analgetik). Analgetik adalah obat yang digunakan untuk menghambat atau mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran Saat ini telah banyak beredar obat-obatan sintetis seperti obat anti inflamasi non steroid (AINS). Obat-obat analgetika adalah kelompok obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi rasa nyeri. Efek ini dapat dicapai dengan berbagai macam cara, seperti menekan kepekaan reseptor rasa nyeri (misalnya dengan anestesi) terhadap rangsang nyeri mekanik, termik, listrik atau kimiawi di pusat atau perifer, atau dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin sebagai mediator sensasi nyeri. Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan yaitu Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics) dan Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika. Mula kerja dan durasi kerja suatu analgetik, ditentukan oleh jenis dan rute pemerian analgetik tersebut.
PROSES YANG MENGAKIBATKAN TIMBULNYA NYERI
        Transduksi (transduction) merupakan proses yang berawal dari stimulasi nyeri yang dikonferskan kebentuk yang dapat diakses oleh otak. Proses ini dumilai ketika nociceptor yang merupakan reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsangan nyeri teraktivasi. Aktivitas reseptor ini merupakan bentuk respon terhadap stimulus seperti kerusakan jaringan (Ardita, 2007).
        Transmisi (transmission) adalah serangkaian kejadian neural yang memberikan implus listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses ini melibatkan saraf aferen yang akan ber-axon pada dorsal horn di spinalis. Transmisi kemudian akan dilanjutkan melalui sistem contralateral, spinalthalamic melalui ventral lateral dari thalamus menuju cortex cerebral (Ardita, 2007).
        Modulasi (modulation) adalah proses yang mengacu pada aktivitas neural dalam upaya mengontrol ransmisi noiceptor. Proses ini melibatkan neural komplek. Implus nyeri yang sampai di saraf pusat akan dikontrol transmisinya oleh sistem saraf pusat dan mentransmisikan implus nyeri ini kebagian lain dari sistem saraf seperti bagian cortex yang selanjutnya ditransmisikan melalui saraf descend ke tulang belakang untuk memodulasi efektor (Ardita, 2007).
ANALGETIK
Analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi kesadaran. Istilah ini pada masa kini menunjukkan makna ganda. Pertama, untuk menunjukkan proses penderita bebas dari nyeri tanpa kehilangan kesadaran. Kedua, dipergunakan oleh beberapa pakar dalam kaitannya dengan istilah anestesi lokal atau regional. Pada umumnya obat analgesik dibagi menjadi dua golongan, yaitu analgesik nonopioid dan analgesik opioid (Tjay dan Rahardja, 2007; Soenarjo, 2010).
        Analgesik nonopioid merupakan obat yang dapat mengurangi rasa nyeri dan bekerja di perifer sehingga tidak mempengaruhi kesadaran serta tidak menimbulkan ketergantungan. Obat ini dapat mengurangi gejala nyeri ringan sampai nyeri sedang. Mekanisme aksi obat golongan ini adalah menghambat kerja enzim siklooksigenase (COX) sehingga proses pembentukan asam arakhidonat menjadi prostaglandin terhambat. Selain sebagai obat penghilang nyeri, obat ini juga dapat mengurangi peradangan (inflamasi) dan menurunkan demam (antipiretik). Contoh obat analgesic golongan ini adalah ibuprofen, diklofenak, asam mefenamat, indometasin, piroksikam, dan sebagainya (Tjay dan Rahardja, 2007).
        Analgesik opioid merupakan obat yang bekerja di reseptor opioid pada sistem saraf pusat (SSP). Obat ini diberikan untuk mengatasi nyeri sedang sampai nyeri berat (Ikawati, 2011). Obat ini bekerja pada SSP secara selektif sehingga dapat mempengaruhi kesadaran dan menimbulkan ketergantungan jika dikonsumsi dalam jangka panjang. Mekanisme obat ini yaitu mengaktivasi reseptor opioid pada SSP untuk mengurangi rasa nyeri. Aktivasi dari obat tersebut diperantarai oleh reseptor mu (µ) yang dapat menghasilkan efek analgesik di SSP dan perifer. Contoh dari obat analgesik opioid antara lain morfin, kodein, nalokson, tramadol, dll (Nugroho, 2012).
Contoh obat Analgesik Opioid
Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat.
Tramadol mengikat secara stereospsifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghentikan sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Di samping itu Tramadol menghambat pelepasan neutrotransmiter dari saraf aferen yang bersifat sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat.




DAFTAR PUSTAKA

Ardinata, D. 2007. Multidimensional Nyeri. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara. 2(2): 77-81.
Guyton A.C. and J.E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi IX. Jakarta : EGC.
Ikawati, Z. 2011. Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta: Bursa Ilmu
Marazzitil D., Mungail F., Vivarellil L., Prestal S., Osso, B.D. 2006. Pain and psychiatry : a critical analysis and pharmacological review. http://www. Cpementalhealth. Com /content /2 /1/31. January 25th, 2007.
Nugroho. 2012. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
.
PERMASALAHAN
1  Apa perbedaan anastesi dengan analgesik?
2 Apakah obat analgesik juga bisa digunakan untuk anatesi?
3 Bagaimana mekanisme timbulnya nyeri?

Sabtu, 23 November 2019


Antikonvulsi dan obat golongannya
Antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi. Golongan obat ini lebih dapat dinamakan anti epilepsi telah ditinggalkan karena telah ditemukannya berbagai anti epilepsi  baru yang lebih efektif. Phenobarbital diketahui memiliki efek antikonvulsi spesifik yang berarti efek antikonvulsinya tidak berkaitan langsung dengan efek hipnotiknya.Di Indonesia Phenobarbital ternyata masih digunakan, walaupun diluar negri obat ini mulai banyak ditinggalkan.Fenitoin sampai saat ini masih merupakan obat utama antiepilepsi (Ganiswarna, 1995).
Antikonvulsan digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (Epileptic seizure). Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan epilepsi singkat (disebut bangkitan atau seizure) dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang.
Mekanisme kerja obat antiepilepsi atau antikonvulsan adalah obat yang dapat mencegah timbulnya pelepasan listrik yang abnormal dipangkalnya dalam sistem saraf pusat, misalnya fenobarbital dan kloronazepam. Sedangkan mencegah besarnya aktifitas berlebih tersebut ke neuron – neuron otak lain seperti pada obat kloronazepam, fenitoin dan trimetadion.

Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode singkat disebut bangkitan (atau seizure) dengan gejala utama kesadaran menurun sampai-sampai hilang. Bangkitan ini biasanya disertai kejang (konvulsan).Hiperaktivitas otonik, gangguan sensorik fisik dan selalu diserati gambaran EEG epilepsi dapat dinamakan disimia serbal yang disertai parokomal (Tjay, 2012).
Terdapat 2 mekanisme antikonvulsi yang penting, yaitu :
1.      Dengan mencegah timbulnya tetupan dipolusiasi eksresif pada neuron epileptic dalam focus epilepsi.
2.      Dengan mencegah terjadinya letupan dipolirasasi pada neuron normal akibat pengaruh dari focus epilepsi


Golongan Obat(Ganiswarna, 1995)
1.      Golongan Hidantoin
Dalam golongan hidantoin dikenal tiga senyawa antikonvulsi: fenitoin (difenilhidantoin), mefenitoin dan etotoin dengan fenitoin sebagai prototype. Fenitoin adalah obat utama untuk hampir semua jenis epilepsi, kecuali bangkitan lena. Adanya gugus fenil atau aromatik lainnya pada atom C5 penting untuk efek pengendalian bangkitan toniklonik, sedangkan gugus alkali bertalian dengan efek sedasi, sifat yang terdapat pada fenitoin dan barbitura, tetapi tidak pada fenitoin. Adanya gugus metil pada atom N3akan mengubah spektrum aktifitas misalnya mefenitoin dan hasil N demetilasi oleh enzim mikrosom hati menghasilkan metabolit tidak aktif.
2.      Golongan Barbiturat
Disamping sebagai hipnotik sedative, golongan barbiturat efektif sebagai obat antikonvulsi; dan yang biasa digunakan adalah barbiturat kerja lama (long acting barbiturates).Disini dibicarakan efek antiepilepsi protipe barbiturat yaitu fenobarbital dan pirimidonyang struktur kimianya mirip dengan barbiturat.
Sebagai antiepilepsi fenobarbital menekan letupan difokus epilepsi.Barbiturat menghambat tahap akhir oksidasi mitokondria, sehingga mengurangi pembentukan fosfat berenergi tinggi.Senyawa fosfat ini perlu untuk sintesis neurotransmitor misalnya Ach dan untuk repolarisasi membran sel neuron setelah depolarisasi.
Interaksi fenobarbital dengan obat lain umumnya terjadi karena fenobbarbital meningkatkan aktifitas enzim mikrosom hati. Kombinasi dengan asam valporat akan menyebabkan kadar fenobarbital meningkat 40%.
3.      Golongan Benzodiazepin
Disamping sebagai antisietas, sebagian golongan obat benzodiazepin bermanfaat sebagai antikonvulsi, khususnya untuk epilepsi.Diazepam dapat dianggap sebagai prototip benzodiazepin.
Khasiat benzodiazepin lebih nyata terhadap konvulsi pentiantetrazol daripada konvulsi renjatan listrik maksimal.Diazepam merupakan obat terpilih untuk status epileptikus; dipihak lain, peranan pemberian per oral dalam terapi epilepsi belum dapat dismpulkan secara konklusf.
Diazepam terutama digunakan untuk terapi konvulsi rekuren.Misalnya status epileptikus.Obat ini juga bermanfaat untuk terapi bangkitan parsial sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia yang refrakterterhadap terapi enzim. Diazepam dapat efektif pada bangkitan lena karena menekan 3 gelombang paku dan ombak yang terjadi dalam satu detik.













DAFTAR PUSTAKA

Ganiswarna, Sulistia, 1995. “Farmakologi dan Terapi Edisi IV”. UI Press: Jakarta
Tjay,Tan Hoan, 2012. “Obat-obat Penting”. PT. Alex Media Computindo : Jakarta



Pertanyaan:
         Sebutkan contoh obat antikonvulsi yang beredar dipasaran?
          Apa yang anda ketahui tentang antikonvulsi?
          Bagaimana penanganan pertama untuk pasien epilepsi?



HUBUNGAN STRUKTUR AKTIFITAS OBAT ANTIHISTAMIN

A.           ANTIHISTAMIN 
Adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamine dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi resptor H1, H2, H3. Efek antihistamin buakan suatu reaksi antigen-antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamine yang sudah terjadi. Antihistamin umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin terutama bekerja dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan resptor khas. Berdasarkan pada reseptor khas antihistamin dibagi menjadi (1) antagonis H1, terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejala akibat reaksi alergi. (2) antagonis H2 digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada pengobtan penderita tukak lambung. (3) antagonis H3 sampai sekarng belum digunakan untuk pengobtan, masih dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan system kardiovaskuler. 

Istilah antihistamin secara historis telah merujuk pada obat-obatan yang melawan kerja histamin pada reseptor H1 daripada reseptor H2. Perkembangan obat antihistamin dimulai lebih dari 5 dekade yang lalu dengan penemuan bahwa piperoxan mampu melindungi hewan dari kejang bronkial yang disebabkan oleh histamin. Temuan ini diikuti oleh sintesis sejumlah N-phenylethylenediamines dengan aktivitas antihistamin lebih unggul dari piperoxan. Studi aktivitas struktur tradisional lebih lanjut dalam seri ini yang sebagian besar didasarkan pada prinsip-prinsip isosterisme dan modifikasi kelompok fungsional menyebabkan pengantar pada tahun 1940an sampai 1970an dari berbagai antagonis H1 yang mengandung kerangka diarylalkylamine. Antagonis H1 ini, yang disebut sekarang sebagai generasi pertama atau antihistamin klasik, terkait secara struktural dan mencakup sejumlah eter aminoalkil, etilenadiamina, piperazin, propilamina, fenotiazin dan dibenzosiklohepten. Selain antagonisme reseptor H1, senyawa ini menampilkan berbagai kegiatan farmakologis lainnya yang berkontribusi terhadap aplikasi terapeutik dan reaksi yang merugikan. Baru-baru ini, sejumlah antihistamin generasi kedua atau "non-sedatif" telah dikembangkan dan diperkenalkan. Agen generasi kedua memiliki kemiripan struktural dengan agen generasi pertama, namun telah dimodifikasi agar lebih spesifik dalam tindakan dan terbatas pada profil distribusinya (DeRuiter, 2011).

1)             ANTAGONIS H1
Sering disebut juga antihistamin klasik, adalah senyawa yang dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamine pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Digunakan untuk ; alergi, antiemetic, antimabuk, antiparkinson, antibatuk, sedative, antipsikotik, dan anastesi setempat.

HUBUNGAN STRUKTUR DAN AKTIFITAS ANTAGONIS H1
a)             Gugus aril yang bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan hidrofob dengan ikatan reseptor H1.
b)             Secara umum untuk mencapai aktivitas optimal, atom pada N pada ujung amin tersier.
c)             Kuartenerisasi dari nitrogen rantai samping tidak selalu menghasilkan senyawa yang kurang efektif.
d)            Rantai alkil antara atom X dan N mempunyai aktifitas antihistamin optimal bila jumlah atom C = 2 dan jarak antara pusat cincin aromatic dan N alifatik = 5 -6 A.
e)             Faktor sterik juga mempengaruhi aktifitas antagonis H1
f)              Efek antihistamin akan maksimal jika kedua cincin aromatic pada struktur difenhidramin tidak terletak pada bidang yang sama

I)              TURUNAN ETER AMINO ALKIL
Antihistamin eter aminoalkil dicirikan oleh adanya bagian penghubung CHO (X) dan dua atau tiga rantai atom karbon sebagai bagian penghubung antara diariil utama dan gugus amino tersier. Clemastine dan diphenylpyraline (lihat struktur di bawah) berbeda dari pola struktur dasar ini dimana bagian nitrogen dasar dan paling tidak sebagian rantai karbon adalah bagian dari sistem cincin heterosiklik, dan ada tiga atom karbon antara atom oksigen dan nitrogen.
            Diphenhydramine turunan diphenyl sederhana adalah anggota klinis pertama dari seri etanolamina dan berfungsi sebagai protoype. Selain tindakan antihistamin, diphenhy-dramine menunjukkan sifat antikolinergik, antiemetik, antitusif, dan sedatif. Diphenhydramine bukanlah antagonis H1 yang sangat aktif. Konversi ke garam amonium kuartener tidak mengubah tindakan antihistamin sangat banyak, namun meningkatkan aksi antikolinergik. Dimenhydrinate adalah garam diphenhydramine 8-chlorotheophyllinate (theoclate) dan direkomendasikan untuk mual mabuk perjalanan dan untuk hiperemesis gravidarum (mual kehamilan).
II)           TURUNAN ETILENDIAMIN


Etilenadiamin termasuk antihistamin pertama yang berguna dan ditandai dengan adanya atom penghubung nitrogen (X) dan dua rantai atom karbon sebagai bagian penghubung antara rujukan utama di amino dan amino tersier seperti yang ditunjukkan di bawah ini. Semua senyawa dalam rangkaian ini adalah diarilethilenadiamina sederhana kecuali antazolin dimana amina terminal dan sebagian rantai karbon dimasukkan sebagai bagian dari sistem cincin imidazolin. Karena berbeda secara signifikan dalam profil farmakologinya, antazolin tidak selalu diklasifikasikan sebagai turunan etilenadiamin.
Phenbenzamine adalah anggota klinis pertama yang berguna di kelas ini dan berfungsi sebagai prototip untuk pengembangan turunan yang lebih efektif. Penggantian bagian fenil dari phenbenzamine dengan sistem 2-piridil menghasilkan tripelennamin, penghambat reseptor histamin yang secara signifikan lebih efektif. Penggantian para methoxy (pyrilamine atau mepyramine), kloro (kloropiramat) atau bromo (bromtripelennamine) menghasilkan peningkatan aktivitas lebih lanjut.).enggantian kelompok benzil tripelennamin dengan kelompok 2-tenilmetil diberikan methapyrilene, dan penggantian kelompok 2-piridil tripelennamine dengan bagian pirimidinil (bersama dengan substitusi p-metoksi) menghasilkan thonzylamine, keduanya berfungsi sebagai antagonis reseptor H1 yang potensial.
Etilenadiamina juga menunjukkan frekuensi depresan sistem saraf pusat (sedasi) yang relatif tinggi dan efek samping gastrointestinal. Tindakan antikolinergik dan antiemetik dari senyawa ini relatif rendah dibandingkan kebanyakan antihistamin klasik lainnya. Antihistamin piperazin dan fenotiazin juga mengandung bagian etilenadiamina, namun agen ini dibahas secara terpisah karena menunjukkan sifat farmakologis yang berbeda secara signifikan.
III)        TURUNAN PIPERAZIN
Piperazines atau cyclizines juga dapat dianggap sebagai turunan etilenadiamin atau etilenadiamina siklik (sikloksin), namun dalam seri ini, bagian penghubung (X) adalah kelompok CHN dan rantai karbon, fungsi amina terminal serta atom nitrogen yang menghubungkan kelompok adalah bagian dari bagian piperazine seperti yang ditunjukkan di bawah ini. Kedua atom nitrogen dalam senyawa ini bersifat alifatik dan dengan demikian menunjukkan dasar yang sebanding. Perbedaan struktural utama dalam rangkaian ini melibatkan sifat dari substituen cincin aromatik (H atau Cl) dan yang lebih penting, sifat substituen nitrogen piperazine terminal.
Cyclize dan chlorcyclizine adalah N-methylpiperazines sederhana. Cyclizine HCl digunakan terutama pada profilaksis dan pengobatan penyakit perjalanan. Garam laktat (Cyclizine Lactate Injection) digunakan untuk injeksi intramuskular karena kelarutan air yang terbatas dari hidroklorida. Chlorcyclizine HCl memiliki tambahan substansi Cl Cl yang mengurangi aktivitas. Chlorcyclizine diindikasikan pada kelegaan simtomatik urtikaria, demam, dan kondisi alergi lainya.
Meclizine HCl dan Buclizine HCl adalah piperazin tersubstitusi-N benzil. Meskipun merupakan antihistamin yang cukup ampuh, meclizine digunakan terutama sebagai antinausean dalam pencegahan dan pengobatan penyakit perjalanan dan dalam pengobatan mual dan muntah yang dikaitkan dengan penyakit vertigo dan radiasi. Buclizine Hydrochloride, sangat larut dalam lipid dan memiliki depresan sistem saraf pusat, antiemetik, dan antihistamin. Piperazines adalah antihistamin yang cukup kuat dengan kejadian kantuk yang lebih rendah. Aktivitas antihistamin tipe piperazin ditandai dengan onset yang lambat dan durasi kerja yang lama. Agen ini menunjukkan aktivitas antimuskarinal perifer dan pusat dan ini mungkin bertanggung jawab atas zona pemicu kemoterapi anti kanker (medullary chemoreceptor) dan efek antivertigo (stimulating vestibular stimulation). Jadi sebagai kelompok, agen ini mungkin lebih bermanfaat sebagai antiemetik dan antinausean dan dalam pengobatan mabuk perjalanan.

IV)        TURUNAN FENOTIAZIN

Turunan fenotiazin mempunyai struktur kimia karakteristik yaitu sistem trisiklik tidak planar yang bersifat lipofil dan rantai samping alkilamino yang terikat pada atom N tersier pusat cincin yang bersifat hidrofil. Rantai samping tersebut bervariasi dan kebanyakan merupakan salah satu struktur sebagai berikut : propildialkilamino, alkilpiperidil atau alkilpiperazin. Turunan fenotiazin digunakan untuk pengobatan gangguan mental dan emosi yang moderat sampai berat, seperti skizofrenia, paranoia, psikoneurosis (ketegangan dan kecemasan) serta psikosis akut dan kroniJt. Banyak turunan fenotiazin mempunyai aktivitas antiemetik, simpatolitik atau antikolinergik. Turunan fenotiazin juga mengadakan potensiasi dengan obat-obat sedatif-hipnotika, analgetika narkotik atau anestetika sistemik.
Penggunaan dosis tinggi menimbulkan efek samping berupa gejala ekstrapiramidal dengan efek seperti pada penyakit Parkinson. Penggunaan jangka panjangmenimbulkan hipotensi, agranulositosis, dermatitis, penyakit kuning, perubahan mata dan kulit selta sensitifterhadap cahaya. Contoh turunan fenotiazin yang terutama digunakan sebagai antipsikosis adalah promazin, klorpromazin, trifluoperazin, teoridazin, mesoridazin, perazin (Taxilan), butaperazin, flufenazin, asetofenazin dan carfenazin. Contoh turunan fenotiazin yang terutama digunakan sebagai antiemetik adalah proklorperazin dan perfenazin.
Hubungan struktur dan aktivitas
a)             Gugus pada R2 dapat menentukan kerapatan elektron sistem cincin. Senyawa mempunyai aktivitas yang besar bila gugus pada Rr bersifat penarik elektron dan tidak terionisasi. Makin besar kekuatan penarik elektron makin tinggi aktivitasnya. Substitusi pada R2 dengan gugus Cl atau CF3 akan meningkatkan aktivitas. Substituen CF3 lebih aktil dibanding Cl karena mempunyai kekuatan penarik elektron lebih besar tetapi elek samping gejala ekstrapiramidal ternyatajuga lebih besar. Substitusi pada R2 dengan gugus tioalkil (SCH3), senyawa tetap mempunyai aktivitas tranquilizer dan dapat menurunkan efek samping ekstrapiramidal. Substitusi dengan gugus asil (COR), senyawa tetap menunjukkan aktivitas tranquilizer.
b)             Substitusi pada posisi 1,3 dan 4 pada kedua cincin aromatik akan menghilangkan aktivitas tranquilizer.
c)             Bila jumlah atom C yang mengikat nitrogen adalah 3, senyawa menunjukkan aktivitas tranquilizer optimal. Bila jumlah atom C = 2, senyawa menunjukkan aktivitas penekan sistem saraf pusat yang moderat tetapi efek antihistamin dan anti-Parkinson lebih dominan.
d)            Adanya percabangan pada posisi β-rantai alkil dapat mengubah aktivitas farmakologisnya. Substitusi β -metil dapat meningkatkan aktivitas antihistamin dan antipruritiknya. Adanya substitusi tersebut menyebabkan senyawa bersifat optis aktif dan stereoselektif. Isomer levo lebih aktif dibanding isomer dekstro.
e)             Substitusi pada rantai alkil dengan gugus yang besar, seperti fenil atau dimetilamin, dan gugus yang bersifat polar, seperti gugus hidroksi, akan menghilangkan aktivitas tranquilizer.
f)              Penggantian gugus metil pada dimetilamino dengan gugus alkil yang lebih besar dari metil akan menurunkan aktivitas karena meningkatnya pengaruh halangan ruang.
g)             Penggantian gugus dimetilamino dengan gugus piperazin akan meningkatkan aktivitas tranquilizer, tetapi juga meningkatkan gejala ekstrapiramidal.
h)             Penggantian gugus metil yang terletak pada ujung gugus piperazin dengan gugus -CH2CH2OH hanya sedikit meningkatkan aktivitas.
i)               Kuarternerisasi rantai samping nitrogen akan menurunkan kelarutan dalam lemak, menurunkan penetrasi obat pada sistem saraf pusat sehingga menghilangkan aktivitas tranquilizer.
j)               Masa kerja turunan fenotiazin dapat diperpanjang dengan membuat bentuk esternya dengan asam lemak yang berantai panjang seperti asam enantat dan dekanoat.















DAFTAR PUSTAKA

Siswandoyo dan B. Soekardjo. 2008Kimia Medisinal jilid 2. Jakarta : Airlangga.


PERTANYAAN:
1)      Bagaimana mekanisme kerja fenotiazin yang merupakan turunan antihistamin generasi 1           dapatberkhasiatsebagaiantiemetik?
2)      Bagaimana mekanisme intoksikasi dari fenotiazin?